Dari Alun-Alun ke Warung Rakyat: Jejak Cinta Iman Adinugraha untuk UMKM

Kopduddotkom

Berita, Kuliner5 Dilihat

Palabuhanratu, Sukabumi, Minggu, 07 September 2025 — Pagi itu, Alun-Alun Palabuhanratu dipenuhi langkah-langkah ringan warga yang memulai hari seperti biasa. Jalan sehat bukanlah seremoni, melainkan kebiasaan yang mengalir alami—sebuah rutinitas yang menyatukan kesehatan dan kebersamaan. Di antara mereka, hadir sosok yang tak asing namun tak pernah menonjolkan diri: Iman Adinugraha, Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Anggota Badan Sosialisasi MPR RI, sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Sukabumi.

Iman berjalan bersama warga tanpa protokol, menyapa tanpa sekat, dan duduk bersama masyarakat tanpa mengenal baju. Ia hadir bukan untuk dilihat, tapi untuk menyatu.

“Kesehatan itu bukan hanya urusan tubuh, tapi juga urusan hati dan ekonomi. Ketika kita sehat, kita bisa berpikir jernih, bekerja dengan semangat, dan berkontribusi untuk bangsa,” ucap Iman kepada rekannya sambil melangkah santai di antara warga,

Selepas jalan sehat, Iman dan beberapa rekannya memilih sarapan di sebuah warung sederhana di samping kantor Telkom. Warung kecil itu, dengan meja kayu dan aroma kopi hitam, menjadi menjadi lebih hangat dan tercatat dalam hati banyak orang setalah Iman Adinugraha singgah disana.

Pemilik warung, seorang ibu paruh baya, menyambut mereka dengan senyum tulus. Ia tak tahu siapa yang duduk di bangkunya, hanya tahu bahwa ada tamu yang menghargai masakannya. Tapi saat Iman menyapa hangat, memuji rasa nasi uduk, dan bertanya tentang usaha kecilnya, mata sang ibu mulai berkaca-kaca. Ia bercerita tentang perjuangan, tentang modal yang pas-pasan, tentang harapan yang kadang nyaris padam.

Tanpa banyak kata, Iman merogoh kantong pribadinya. Ia menyerahkan dukungan modal tambahan, bukan sebagai bantuan, tapi sebagai bentuk cinta. Sang ibu tak mampu menahan tangis. Air matanya mengalir, bukan karena jumlah uang, tapi karena rasa dihargai. Seolah dalam mata yang berkaca dan mulut yang gugup hatinya berkata,

“Saya tidak tahu harus bilang apa, Pak. Tapi saya yakin, Bapak ini kiriman Tuhan untuk orang kecil seperti saya,”

Menanggapi momen tersebut, Iman menyampaikan bahwa dukungan terhadap usaha kecil tidak boleh menunggu anggaran atau seremoni.

“UMKM bukan sekadar roda ekonomi, mereka adalah denyut kehidupan masyarakat. Kalau kita ingin ekonomi tumbuh dari bawah, maka kita harus hadir di bawah. Bukan hanya lewat program, tapi lewat tindakan nyata,” iman memberikan pemahaman kepada rekannya yang ikut terharu karena warung  itu dapat tambahan modal usaha.

Ia juga menekankan pentingnya belanja lokal sebagai bentuk solidaritas.

“Saya percaya, belanja dari warung rakyat adalah bentuk ibadah sosial, Kita tidak hanya membeli makanan, kita membeli harapan. Kita tidak hanya mengisi perut, kita mengisi semangat mereka untuk terus bertahan.” ungkap Iman.

Iman menyebut tindakan spontan tersebut sebagai infak ekonomi—amal yang menyuburkan usaha, bukan sekadar bantuan sesaat.

“Kita harus hadir bukan hanya sebagai pemimpin/politisi, tapi sebagai penyambung doa, Karena di balik warung kecil itu, ada mimpi besar yang sedang diracik: mimpi tentang kemandirian, tentang keberlanjutan, dan tentang martabat ekonomi lokal,” tutupnya.

Di tengah lanskap politik yang sering terasa dingin dan formal, sosok Iman Adinugraha menghadirkan kehangatan yang langka. Ia bukan hanya pemimpin/politisi, tapi penyubur harapan. Ia adalah bukti bahwa kepemimpinan sejati bukan soal jabatan, tapi soal keberanian untuk hadir, mendengar, dan memberi.

Dan pagi itu, di warung kecil yang sederhana, demokrasi menemukan wajahnya: hangat, manusiawi, dan penuh cinta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *