Sukabumi,- Minggu, 07 September 2025,- Selepas jalan sehat di Alun-Alun Palabuhanratu, Iman Adinugraha tak langsung kembali ke agenda formal. Ia memilih duduk santai bersama rekan-rekannya di sebuah warung sederhana, tepat di samping kantor Telkom. Di sana, di antara aroma kopi hitam dan gorengan serta buras bahkan nasi uduk hangat, terselip satu pelajaran penting: bahwa kekuatan ekonomi bangsa tidak hanya terletak pada angka-angka makro, tapi pada denyut usaha kecil yang berjuang di pinggir jalan.
Sebagai Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Anggota Badan Sosialisasi MPR RI, dan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Sukabumi, Iman memahami bahwa stabilitas ekonomi bukan hanya soal neraca perdagangan atau inflasi, tapi soal keberlangsungan hidup para pelaku UMKM. Ia hadir bukan sekadar sebagai politisi, tapi sebagai pembeli yang tulus, sebagai sahabat yang menghargai keringat warga, dan sebagai pemimpin yang tahu bahwa belanja lokal adalah investasi sosial.
Ekonomi Mikro, Dampak Makro
Dalam perspektif keuangan, setiap transaksi di warung kecil adalah perputaran modal mikro yang menopang daya tahan ekonomi lokal. Ketika Iman memilih sarapan di warung rakyat, ia sedang menggerakkan cash flow yang langsung menyentuh dapur warga. Ia tahu, bahwa multiplier effect dari satu buras dan gorengan serta segelas kopi bisa berarti biaya sekolah anak, tambahan stok dagangan, atau sekadar harapan untuk bertahan esok hari.
Dan lebih dari itu, Iman tak hanya membeli—ia juga memberi. Dengan spontan, dari kantong pribadinya, ia menyampaikan dukungan modal kepada pemilik warung. Bukan dalam bentuk formalitas, tapi sebagai infak ekonomi—amal yang menyuburkan usaha, bukan sekadar bantuan sesaat. Inilah bentuk nyata dari ekonomi berbasis keberkahan, di mana transaksi bukan hanya soal untung, tapi juga soal niat dan manfaat.
Belanja sebagai Ibadah Sosial
Dalam Islam, kita diajarkan bahwa “Khairunnas anfa’uhum linnas”—sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama. Iman menerjemahkan nilai ini dalam tindakan sederhana namun bermakna: membeli dari mereka yang sedang mengais rezeki di hadapan kita. Ia ingin menyampaikan bahwa belanja bukan sekadar konsumsi, tapi bentuk solidaritas, bentuk dukungan, dan bentuk cinta terhadap sesama.
Dengan mendukung UMKM lokal, kita sedang menanam benih barakah dalam ekonomi. Kita sedang membangun ekosistem rezeki yang adil, merata, dan penuh empati. Dan ketika pemimpin seperti Iman turun langsung, bukan hanya memberi contoh, tapi juga memberi harapan, maka ekonomi kerakyatan bukan lagi wacana, melainkan kenyataan.
Dari Warung ke Wakaf Ekonomi
Apa yang dilakukan Iman adalah bentuk wakaf gerak—menggerakkan aset pribadi untuk kepentingan publik. Ia tidak menunggu program, tidak menunggu anggaran, tapi langsung bertindak. Karena ia tahu, bahwa di balik warung sederhana itu, ada mimpi besar yang sedang diracik: mimpi tentang kemandirian, tentang keberlanjutan, dan tentang martabat ekonomi lokal.